Sabtu, 05 Januari 2019

Ribetnya Punya Pasangan Bule

Sesulit apapun birokrasi, tetap perjuangkan cintamu!

Selpih sukaesih berdua saat hadirin nikahan teman di Jogja
Sejak awal pacaran sama bule, tidak pernah terpikir sebelumnya kalau bakal menghadapi segala keribetan macam ini (Yang pacaran sama bule atau ada diposisi saya #tossss “senasib kita ya”. Dan bagi kamu yang berencana mau sama bule, please siapin aja mental dari sekarang atau malah dipikir-pikir lagi aja deh, hehe, ribet soale).

Punya pasangan beda warga negara itu harus berhadapan dengan birokrasi yang cukup ribet dibandingkan pacaran dengan sesama orang Indonesia. Pacaran sama yang lokal yasudah tinggal setia saja. Tinggal mikirin pacarannya saja dan kemudian menikah, sudah. Eh, sama bule lain cerita. Mikirin mulai dari urus passport, visa, sampe dokumen-dokumen untuk syarat menikah, Beeuuh lebih berat daripada mikir tesis. Jangankan pas ngurusnya, baca-baca blog dan pengalaman orang di internet saja sudah bikin mual plus migran. Pengalaman saya karena lebih banyak baca blog orang yang visanya ditolak daripada visa diterima sih, makanya pikiran jadi negatif, sikap jadi pesimis dan dipenuhi praduga yang enggak-enggak “duh, bisa gak nih ya visa diterima? Mulai darimana nih langkah awal siapin dokumen? Kalo saya rencananya skalian menikah disana, lama gak ya proses dapetin dokumen syarat menikah dari sini?” Maaaak, banyak kali urusan.

Terus belum lagi hal lain yang terribet. Restu orang tua. Dapetin restu orang tua bagi beberapa orang (seperti saya) mungkin jadi pengalaman yang berkesan dalam sejarah perjuangan cinta #uhuk lebay. Perlu drama sedikit lah ya dengan orangtua untuk dapetin ijin berkunjung ke negara pacar. Heh, apalagi untuk menikah dong? Doa puasa dulu aja atau doa semalaman, karena sungguh tak mudah. Tapi, kalau kita sudah terlanjur yakin, rajin berdoa tenangin hati, setia dan tidak mikirin yang aneh-aneh (misal berniat jadi anak durhaka dengan kawin diam-diam sama pacar bule dan menentang orangtua) semua pengorbanan pasti terbayarkan dan berakhir indah pada waktunya kok. Makanya, abis baca pengalaman orang yang ditolak visanya dan susah berjuang untuk menikah sama bule jangan cepat-cepat mikirin putus ya. Udah, gak usah down, sia-sia nanti harapan dan hal yang sudah dikorbankan. Sabar dan tetap diperjuangkan saja ya… Kalau saya biasanya cara termotivasi adalah ingat kalimat andalan pacar “Kalau pasangan lain bisa, berarti kita juga, May (mungkin maksudnya maybe yes, maybe no)”

***
Pacar saya adalah Finns a.k.a orang Finlandia. Ingat betul sebelum dia meminta saya untuk berpacaran, tanya lebih dulu “May, kamu siap tinggalin Indonesia dan pindah kehidupanmu ke luar negeri?” kemudian “Ah, tentu saja kamu punya kemauan begitu karena kamu suka bule. Suka orang luar berarti juga siap dibawa ke luar”. Menurut saya itu jelas bilang sambil nyindir ya bukan lagi tanya. Lebih tepatnya dia tanya sendiri jawab sendiri sih itu. Terus, tanpa menyimak betul maksud pertanyaan (Karena waktu itu pikiran lagi sibuk mikirin kapan lulus dengan kondisi tesis belum di acc untuk ujian) ya saya langsung saja bilang “iya, tentu saja”. Lihat ekspresi dia yang agak senang tapi kurang yakin, saya perjelas “Saya mau kok tinggal di negara nordik yang punya salju tebal, pengen rasain salju (padahal kuliah di ruang ber AC saja sering curi ijin keluar. Kabur karena kedinginan. Lah ini shoombooong sekali bilang mau tinggal di negara dekat kutub utara sana)”.

Singkat cerita, sampailah pada topik tentang saat dimana saya harus ke Finlandia untuk berkenalan dengan keluarganya. Hampir setiap kali ngobrol, disindir halus terus soal rencana saya buat visa dan passport. Jujur, intensitas saya mikirin itu tergantung suasana hati. Kalau lagi kangen waktu-waktu sama dia, ya saya semangat untuk bahas. Tapi, kalau kebetulan lagi stres sama kerjaan dan gak lagi kangen ya biasanya jawab dengan strategi pura-pura koneksi internet lagi jelek, jadi gak terlalu jelas dia bilang apa. Gitu lah pokoknya. Strategi menghindar karena ribet. Tidak hanya soal dokumen sih sebetulnya, tapi soal siapin duitnya juga, Hehe. Butuh nabung berapa tahun ini untuk jaminan tabungan bank buat ajuin visa?. Dan btw, ini kondisinya saya belum pernah ke luar negeri sama sekali yang maksudnya adalah saya harus persiapkan mulai dari passport sampai visa. Plus kalau mau menikah harus urus dokumen-dokumen sah dari Indonesia.

Baiklah, supaya lebih jelas, kira-kira ini tahapan atau proses yang harus ditempuh:

#1. Dapetin Paspor. bisa langsung ke laman imigrasi tempat tinggal dan cek syaratnya di Syarat, Cara dan Biaya Membuat Paspor 2019

#2. Urus Visa (Bisa sendiri, bisa lewat Travel Agent). Ke Finlandia harus urus visa Schengen, bisa kepohin syarat administrasinya di Pusat Aplikasi Visa Belanda

#3.  Dapetin surat keterangan belum menikah dari Catatan Sipil sesuai KTP asal

Setelah Visa disetujui (Amiiiiiin) dan sudah tiba di Finlandia…

#4. Terjemahkan Dokumen di KEDUBES RI yang terletak di Helsinki, Finlandia. Dokumen ini perlu diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Finlandia (finnish) atau Bahasa Swedia (Swedish) dan dicap oleh KEDUBES. Tandanya dokumen kita sah dan legal, atau beneran belum menikah. Hehe ini penting karena jangan ada dusta diantara kita ya kak.

Dan kalau sudah menikah, berarti harus tinggal sama suami dong a.k.a menetap di Finlandia. Supaya bisa menetap tanpa di deportase karena passport kadaluarsa dan jadi imigran illegal, maka perlu punya ijin tinggal a.k.a residence permit.

#5. Dapetin surat ijin tinggal di Finlandia (residence permit) yang bisa diurus ketika di Indonesia atau saat di Finlandia. Kali aja setelah menikah langsung tidak mau pisah dengan suami atau balik ke Indonesia. Manfaat punya residence permit adalah kita bisa ke Finlandia tanpa visa. Ya iyalah keberatan kalau bolak balik harus ngurus visa. Saya pernah tanya-tanya lewat surel ke Kedubes Finlandia untuk Indonesia melalui laman Embassy of Finland di Jakarta

Gimana? masih yakin mau sama bule? Atau kamu sekarang sedang dalam proses mau nikah sama bule? Hehe, selamat bersabar dengan birokrasi yaa. Eh, dan mungkin sekarang lagi LDRan juga sama kayak saya. Semangat ya kak!!!

Baca Juga:

Cerita Diajak Pacaran Sama Bule Finlandia

Tips Biar Ditembak Bule


Rabu, 02 Januari 2019

Cerita Diajak Pacaran Sama Bule Finlandia


Bagi sebagian orang, tema tulisan yang model begini mungkin receh, tapi bagi sebagian orang yang lainnya lagi bisa cukup informatif, khususnya yang ingin punya pacar bule atau yang sekarang malah lagi pacaran sama bule.

Ngerti kan gimana caranya saya bisa duduk disitu?
#Kekonyolan yang HQQ

Sekali lagi, ini murni pengalaman saya pribadi, jadi tidak bisa digeneralisasikan ke semua bule Finlandia atau keseluruhan bule ya.

Selamat membaca..!

***
Hanya pernah terpikir tapi tidak sampai berkeinginan pacaran sama Bule Finlandia yang sekarang ini adalah pacar saya. Kenapa? Karena jujur saja Bule Finlandia lumayan berbeda dibandingkan bule lain dari negara-negara di Eropa. Itu sebabnya saya terkejut ketika diminta untuk menjadi pacarnya, apalagi belum pernah ketemu langsung sama sekali. Ketemu langsung loh ya bukan lewat video call. Kami memang adalah teman chatting dan chattingannya cukup sering. Oke, bisa dibilang setiap hari. Awal-awal kenal dulu chattingan hanya setiap weekend saja, dan itu kemauan saya. Memang belum niat dekat sama bule satu ini, hehe. Kemudian lama kelamaan mulai ada kemajuan. Ngobrolnya tidak lagi setiap weekend, tapi tiap hari. Ya, meskipun yang banyak berbicara tentunya saya. Dia mah seadanya saja, atau malah hanya menjawab apa yang saya tanyakan. Hemat ngomong meskipun gratis. Itu juga yang buat saya berpikir dia tidak mungkin tertarik dengan saya karena tidak ada banyak yang dia sampaikan tentang dia dan hidupnya, apalagi tanya-tanya soal saya dan kehidupan saya disini. “Oh, yasudah, berarti memang temenan saja ini.”

Resolusi saya tahun 2018 adalah lulus kuliah S2 dan ingin punya pacar. Iyalah, pengen punya pacar dan menikah sebelum mendapat gelar terlambat menikah. Impian saya memang ingin menikah sebelum usia 30 tahun dan sudah harus lulus S2 lebih dulu. Memutuskan tidak pacaran selama masa studi bagi saya adalah prinsip. Kuliah S2 di UGM sambil pacaran itu berat, saya tidak kuat, jadi biar kamu saja :p.

Mendapat sinyal Tesis saya diterima dan bisa diwisuda bulan Juli 2018, hati saya sudah open rekrutmen besar-besaran bagi semua pria yang tertarik mendekat. Bhahaha. Bisa punya pacar juga soal bisa membuka hati kan ya? Kadang meski usia dan keuangan sudah siap, kalau kitanya yang tidak bisa buka hati dan tetap menjadi pribadi untouchable bin exclusive, gimana dapat pacarnya coba? Tidak hanya membuka hati, tapi doanya juga dikencengin, supaya tetap diberikan yang terbaik (of course) dan intinya tidak membuat saya buta. Cari pacar di usia 25 tahun bukan lagi soal bungkus dan tampilan, tapi punya modal untuk masa depan. Tahu dirilah saya dengan tipikal yang lemah godaan ini. Kali saja saya bisa tidak kuat dengan silau ketampanan dan semolek cowok, iya kan? Makanya perlu bantuan doa supaya tetap dengan tingkat kesadaran seratus persen dalam menyeleksi pacar. 

Dan (maaf) waktu itu memang minta sama Tuhan yang usianya tidak kebangetan jauhnya sampe orangtua saya harus kebingungan panggil dia apa karena usia yang tidak dekat dengan saya, tapi malah dekat dengan usia orang tua saya :p. Terus juga yang sudah punya pekerjaan tetap dan siap menikah dalam waktu dekat. Soal aspek dan hal lain, terserah Tuhan saja, hihi.

Pacar saya yang waktu itu masih berstatus teman chatting akhirnya dicoba prospek. Saya ajak telponan dan video call, jawaban dia malah buat saya penasaran jenis budaya sosial apa yang dia punya di Finlandia sana. Dia tidak mengiyakan secara langsung tapi hanya menjawab “Telponan dan video call? Saya tidak yakin orang-orang disini melakukan hal semacam itu” Ini jelas mengindikasikan dia menolak dan tidak mau. Ya wasalam. Akhirnya saya dekat dengan orang lain, bukan bule, tapi teman dari masa lalu yang mungkin baru sadar kalau kurus kerempengnya saya ini masih lumayan bisa diterima.

Suatu waktu, lupa tepatnya kami sedang bahas apa, tapi kami lumayan bahas soal banyak hal, termasuk rasa penasaran dia kalau saya yang tidak pernah kemana-mana ini bisa tinggal di luar negeri atau tidak. Waktu itu juga sekalian saya cerita kalau lagi dekat dengan orang lain; yang maksud saya adalah saya tidak bisa lagi berbicara intens dengan dia karena sepertinya yang lagi dekat sama saya ini akan sampai ke tahap pacaran. Respon si bule ya seperti biasa, diam saja. Beberapa hari kemudian, tanpa tanya dulu saya sudah jadi pacar orang lain atau belum, langsung “would you like to be my girlfriend?” Waduh, untung belum jadian sama orang lain. Lagi sekali, ini kondisinya kita belum pernah ketemu sama sekali loh. Dia bahkan menolak berbicara lewat video call. Ternyata memang dia sudah kepincut dari awal kenal saya. Alasan kenapa tidak menyatakan karena ingin bertemu dulu. Dia ingin ke Indonesia dan bertemu saya, hanya saja belum menemukan dan merencanakan waktunya. Kepepet kondisi saya berpeluang jadi pacar orang lain, akhirnya meski belum ketemu saya, tidak tahu saya kurus kerempeng tidak menarik mata, tetap nekat minta saya jadi pacarnya. Saya pun meski tidak ada gambaran jelas yang akan terjadi kedepannya serta tanya apa yang harus saya lakukan kalau jadi pacar dia, saya iyakan. Jawabannya bukan lagi “yes” tapi “sure” “I would like to be your girlfriend”. Seyakin itu teman-teman, dan bukan santet, tapi do’a Ibu (yang ingin segera punya cucu). So, pacaranlah saya sama bule, Bule Finlandia.

Pengalaman baru. Bule Finlandia ternyata memang lebih pemalu, tidak banyak bicara, budaya mereka disana tidak terbiasa dengan video call dan sering telponan meski itu kerabat, kolega, dan keluarga. Jadi, jangan sampai salah persepsi, gagal paham apalagi salah mengambil keputusan terkait kedekatan kalian ya, beware. Dinilai dari gerak geriknya yang pasif dan biasa saja, eh ternyata menyimpan rasa suka. Yang selama ini diem, ternyata diem-diem cinta, hehe.

Setelah pacaran, dia terbiasa dengan telponan dan video call. Bahkkan setiap hari, kami wajib video call minimal satu jam, paling lama tiga jam (maklum saja yes, LDR beda benua). Jadian tahun 2018 di bulan Juli tanggal 13, beberapa hari sebelum saya wisuda S2. Tidak lama setelah meminta saya menjadi pacarnya, dia segera beli tiket ke Indonesia hanya untuk menemui saya. Ini juga hal yang perlu diketahui teman-teman yang lagi dekat sama bule, kalau bule serius biasanya tidak akan menunggu waktu lama untuk menemui kamu langsung. Jangan mau diberikan banyak alasan dan janji manis. Kalau dia serius dengan kamu, maka secepatnya dia akan datang menemui langsung. Dan waktu cepat maksud saya disini adalah tidak lebih dari lima bulan. Kalau si bule janji datangnya bulan Januarilah, Junilah, ingat, setiap tahun bulan-bulan itu selalu ada. Tinggalin, cari yang lain.

Ini tulisan curhatan diari yang ujub-ujub pindah kesini. Diari onlen :p

Baca juga curhatan merangkap tips dari saya tentang:




 

Dian Mayastika Mochtar Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang